Jumat, 04 Juni 2010

Pergi Dari Rumah

mengapa kau ingin pergi dari rumah, sayang? Apa yang kelak kau santap
di luar sana hanya bau merica. Tak ada bumbu sempurna. Tergantung kita merasakannya. Kau ingin pergi juga? Sebentar lagi senja. Dan rumah-rumah
yang akan kau tatap seperti tampak tanpa penghuni. Taman halaman sepi.
atau sebuah kecelakaan panjang, kita larut berbincang di teras depan.
dasar tak tahu aturan. Orang-orang mengatai kita, bahwa setiap senja,
kita telah tidak setia. Seharusnya kau bicara, pengertian selalu berawal
dari rencana. Setelah senja, kita memilih pergi dari rumah. Beberapa tetangga, melihat-lihat saja.

Oky Sanjaya

Sandal-Sandal yang Bergerak Ke Arah Tanya

;kolastra
pintu gerbang sekolah kembali terbuka, di pagi yang berbeda.
baru saja berbunga, hari-hari lampau, daun-daun beringin berserakan.
apa yang kita ingat dari seorang penjaga kebersihan selain seikat sapu lidi
yang mapan? Di pagi berbeda, di wajah penjaga yang telah kami kenal lama,
tak cukup kami hanya bertanya. Tetapi kadang ingin juga kami bercerita –
tentang kemenangan itu. Tentang air muka kami yang teduh. Tentang teks
kami yang berlabuh. Kau (mungkin) baru pertama kali datang, dan tahu
arti kehilangan. Seperti, – bel yang berbunyi_ kami hening dalam kelas.
jangan lagi kau tendang pintu gerbang. Kau telah telat seperempat jam.
tidurmu yang pulas membuatmu bergegas – kecewa. Dan apa yang berbunyi
di tengah lapangan, bunyimu nanti; tepat dan setia. Setia pada dedaunan
berserakan, rontok sebelum umur. Setelah itu, kita menyatakan sepakat,
pada hujan yang membentur tangkai. Apa pun yang terjadi, tidak boleh ada
yang dilerai. Maka kami memaknai perpisahan sebagai pertentangan.
memaknai penerimaan sebagai harapan. Kau tahu, teman, musuh utama kita
adalah ketakutan. Di akhir cerita kemenangan dan kekalahan.

Oky Sanjaya

Sandal-sandal yang Baru Saja Selesai Kurapihkan

kawan, jika ada yang salah, kelak, dari perjamuan ini, aku minta maaf.
aku tahu. Kau mungkin ragu-ragu dengan apa yang telah kuucapkan ini.
karena aku, penyair, pantang minta maaf. Aku memang egois.
tapi aku bukan orang yang pesimis – seperti yang kau sangkakan padaku
sejak dulu. Kau juga tahu, aku juga bukan orang yang terlalu optimis.
sekali lagi, aku minta maaf. Aku memang seorang yang skeptis. Aku tidak
terlalu percaya dengan kamus yang kau agungkan itu. Kau buat segalanya sama.
kau buat segalanya taat sama. Di hadapanmu, kali ini, aku sangat tidak setia.
dan kau, boleh menganggapku sebagai noda.

Oky Sanjaya

Berjalan Di Atas Sandal Putus

mengapa kau bersegera menutup pintu sedangkan pintu
tak bermaksud apa pun kepadaku? Mengapa kau
seperti begitu pengecut menghadapi masalalu sedangkan
aku datang padamu demi cintaku? Pohon-pohon
randu, kapuk yang berterbangan, dan angin berlalu.
sawah, sungai, merajut tali kesih – di rumput, letih –,
mengapa kau bersegera menjauh sedangkan aku
mendekat padamu? Pada rumput jaba kutusuk udang,
pada basah teling tak ada yang berhak berpaling.

Oky Sanjaya

Rumah Di Atas Samadengan

rumah yang kami bangun di atas sama dengan ini,
telah memilih takdirnya sendiri untuk dijual. Kami
tidak mampu lagi mempertahankan tanah, kelopak rumah,
dan tangga di penghujung pintu. Kami telah jatuh miskin.

rumah yang kami bangun di atas samadengan ini,
telah banyak kami masukkan angka. Kami
tidak punya lagi banyak kata.

Oky Sanjaya

Selagi Rambutmu Surut

lima mayat kelopak bunga hanyut di atas arus rambutmu;
kubiarkan begitu saja sebagai tanda;
tak habis-habisnya kita mencari cara.

Oky Sanjaya

Atom

apakah kau masih percaya pada kedudukan angka_ ; yang
telah merepresentasikan kata sehingga kita tertib pada
rumus umumnya? Apakah kau masih percaya_; pada
sifat fisik benda saja sehingga kau berkeliling di kulit, diameter,
dan kemungkinan jari-jarinya? Apakah kau masih percaya_ ;
cinta menyertai kita pada spin yang tetap terjaga? Apakah kau
masih percaya_ ; yang kau representasikan itu adalah kata? Tidak.
karena kata adalah cinta.

Oky Sanjaya